KPU SUMENEP IKUTI BIMBINGAN TEKNIS PROGRAM ANTI KORUPSI
insert : Komisioner KPU beserta sekretaris saat mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis secara daring
SUMENEP, kpud-sumenepkab.go.id – Pagi ini rabu (6/10) Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumenep kembali mengikuti Bimbingan Teknis Program Anti Korupsi di lingkungan Sekjen KPU RI, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota. Acara ini diikuti oleh komisioner dan sekretaris KPU Kab. Sumenep.
Pemateri Bimbingan Teknis kali ini yaitu Yuniva Tri Lestari, fungsional muda direktorat pendidikan dan pelayanan masyarakat. Diawali dengan pemaparan nilai CPI Indonesia tahun 2020, dimana Indonesia CPI ( Corrurtion Perceptions Index score adalah 37. “ artinya kita masih berada dibawah rata-rata “ jelas Yuniva. Sedangkan di asia pasifik berada rata-rata pada angka 45. Dan posisi Indonesai berada pada posisi 120 dari 180 negara yang diukur.
Ada beberapa hal yang menjadi antensi yang dibahas kali ini, diantaranya terkait lemahnya kepatuhan dan validitas terhadap LPPDK dan LPSDK, secara umum, kepatuhan pelaporan meningkat, akan tetapi kebenarannya masih rendah. “ Dan dari pelaporan tersebut, tidak ada sanksi apakah laporan yang disampaikan itu benar atau tidak, sehingga laporan tersebut hanya sebatas pemenuhan administrasi”, lanjut Yuniva.
Selain itu ada beberapa materi yang disampaikan, diantarnya: pengaturan dana kampanye di luar negeri, politik uang yang terjadi di lapangan, integritas penyelenggara pemilu, subyek hukum tindak pidana korupsi, devinisi gratifikasi, ciri-ciri khas gratifikasi, pelaporan LHKPN, “dan terakhir adalah peran KPK dalam mencegah korupsi politik diantanya : melakukan sosialisasi, kajian, pelatihan anti kampanye, juga pembelakan terhadap pemilih pemilu” tutup Yuniva.
Dilanjutkan pamateri kedua yaitu Arya Fernandes dari CSIS Indonesia. Diawali dengan pemaparan tentang dimensi Pemilu yang berintegritas. Diantaranya electoral malpraktive, electoral fraud dan electoral maladministration. “ Contoh electoral fraud adalah menambah atau mengurangi jumlah pemilih untuk daerah tertentu “ jelas Arya. Salah satu indicator adalah jumlah penduduk dengan jumlah pemilih, dimana disatu daerah, jumlah pemilih lebih besar dibandingkan jumlah penduduk. Selain itu, ada beberapa electoral fraud yaitu : desin surat suara, pencoblosan surat suara lebih dari satu, kesalahan dalam pencatatan dan penghitungan suaradan juga menghilangkan atau merobek surat suara.
Selain itu disampikan juga indicator electoral maladministration, yaitu: penyelenggara Pemilu yang tidak kompeten, tidak berpengalaman dan adanya kegagalan manajemen pelaksanaan Pemilu. Semisal kualitas tuinta yang buruk, kesalahan dalam mekanisme pemungutan /penghitungan suara maupun kesalahan dalam penulisan.
Ditutup dengan penjabaran electoral malpractice, diantaranya tidak digunakannya nilai dan prinsip-prinsip pelaksanaan Pemilu yang demokrasi, proses tahapan yang tidak transparan, “ kalau dinilai, terkait open data KPU sudah diangka 8, sudah bagus” jelas Arya. Dan adanya pembatasan waktu kampanye. Keseluruhan kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab. (Hr)